Man's Blog [dot] COM

Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya.....



Di tengah deru dan dinginnya angin musim timur-laut, dari kejauhan tampak 317 kapal berwarna putih terang. Bak gumpalan salju, melesat menembus kabut, membelah gelombang menuju Laut Selatan (Nanyang). Di anjungan kapal Rakit Kejora berdiri tegak pria tinggi besar (2,1 m) berdahi lebar, dengan seksama memperhatikan seluruh jajaran amrada sambil sesekali memberi perintah. Itulah Cheng Ho orang-kasim muslim sang pemimpin armada akbar berawak 27.870 itu. Pagi bulan Desember 1405, armada itu meninggalkan bandar Taiping dekat Amoy, Fukien.

Ini adalah awal dari tujuh ekspedisi legendarisnya untuk mengukuhkan pengaruh Cina di wilayah Lautan Selatan dan mengendalikan Cina-rantau yang kabur karena kaisar pertama Ming memusuhi kaum pedagang. Beaya ekspedisi ini ditanggung pedagang kaya Palembang Hsia Yuan Chi, untuk mengalahkan saingannya Chen Tsu-i. Chen adalah bajak laut yang dalam tempo singkat praktis menguasai Palembang dan Selat Malaka. Setelah dikalahkan di sungai Musi
(19 kapalnya karam beserta 5000 awak) Chen ditawan, Oktober 1407 kaisar memenggalnya di Nanking.

Tentang kepulauan Indonesia, seorang awak Cheng-Ho menulis :
bagai tempurung hijau yang mengambang, Jawa adalah wilayah yang
amat keras, tempat lelaki menyelipkan belati dan menggunakannya
dalam perselisihan remeh dan kerap terjadi pembunuhan oleh masa
Seabad lebih kemudian baru Bangsa Eropa tiba, (1513) de Alvin dengan 4 kapal Portugisnya berlabuh di Sunda Kelapa. Delapan puluh tahun setelahnya (2 April 1595) Cornelis de Houtman berangkat dari Amsterdam ke Jawa-Maluku dibiayai Compagnie van Verre mencari sumber rempah-rempah. Cornelis berpegan pada Intenerario tulisan Jan Huygen van Linschoten kelahiran Harlem (1563), memuat peta yang diam-diam disalinnya dari arsip uskup agung Goa saat rombongannya ke India. Ternyata pria malang yang terlunta-lunta itu, setelah ditampung oleh uskup-aung Goa berjasa merubah sejarah bangsa Belanda yang saat itu masih jajahan Spanyol. Cornelis dengan 4 kapal dan 249 awak berlabuh di Karang Ngantu-Banten (23 Juni 1596).
***

Interaksi bangsa Nusantra dengan bangsa lain telah berlangsung jauh sebelum Cheng-Ho. Jejak pengaruh budaya asing bisa ditelusuri dari; bahasa, penamaan, cara produksi, alat-tukar, arsitektur dan tata sosial yang ada. Pada Abad V Bhiksu Fa-shien tinggal 6 bulan di Jawa Barat (Desember 412 - Mei 413), berkembangnya agama Hindu saat itu menunjukan bahwa pengaruh India telah lama masuk. Islam masuk di abad XI, makam Fatimah binti Maimun bin Hitabullah di Leran Gresik bertarikh 475 Hijrah (1082 M) adalah petunjuk tertua masuknya Islam.

Para penyebar agama Hindu wangsa Warma (India asal Campa), Kalingga (India Selatan) dan Islam (Gujarat) cenderung berasimilasi dengan penduduk lokal sesuai dengan misi dakwah yang mengikuti perjalanan dagangnya. Mereka telibat dalam pendirian kerajaan di Nusantara.

Cina: cenderung eksklusif tak berasimilasi, orientasinya ke negara leluhur, tak berorientasi politik, membatasi diri dalam kegiatan dagang. Kalaupun terlibat, biasanya dilatarbelakangi motif dagang.

Belanda: berorientasi penaklukan. VOC berdiri, 20 Maret 1602. Setelah menyingkirkan Portugis-Inggris, Belanda menjajah bangsa kita selama 350 tahn (disela oleh masa Prancis-Deandels dan Inggris-Raffles), diakhiri oleh pendudukan Jepang.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bangsa Belanda yang di Eropa tak pernah dikenal sebagai bangsa perkasa (kalan melulu, bolak-balik dijajah; Spanyol, Prancis, diduduki di PD I-II), bisa punya wilayah koloni ketiga terbesar di dunia, dengan tingkat eksploitasi tertinggi, terstabil dan termasuk terlama bertahan.
***

Memang, fakta tentang penjajahan Belanda menerangkan bahwa :
sejarah penjajahan, bukanlah sejarah keperkasaan bangsa
Belanda tetapi sejarah kerendahan martabat elit pribumi.

Kekuasaan Belanda didasari konsensi kekuasaan yang diperoleh dari rentetan transaksi dengan raja penguasa-lokal, yang kian mengikat dari waktu ke waktu. Sunan Pakubuwono II 11 Desember 1749 menyerahkan kedaulatan penuh atas kerajaan Mataram dengan seluruh penduduknya. Dengan terbelinya kekuasaan kerajaan Jawa (yang punya sejarah kekuasaan terbesar di Nusantara), 15 Kerajaan lain mengikuti: Deli, Langkat, Siak, Indrapura, Serdang, Asahan dan Kuala dengan perjanjian staatblad no: 1939/146 jo761, Bima, Sumbawa dengan staatblad no: 1939/613/jo 761, yang menempatkan Belanda sebagai pemegang kekuasaan atas wilayah dan mengikat raja dengan lange contracten dan korte verklaringen sebagai zelfbestruuder yang menjalankan pemerintahan di tanah jajahan untuk kepentingan Belanda.

Konsesi awal diberikan Amangkurat II (1677 - 1702) atas bantuan Belanda mengalahkan Trunojoyo, berupa; uang f 1,5 juta lebih dan 1800 tentara (800 Belanda dan 1000 Bugis, Ambon, Ternate). Selain membayar hutang uang Amangkurat II juga memberi beberapa konsesi antara lain; pengakuan kedaulatan Belanda atas Laut Jawa dan wilayah Semarang. Saat penyerahan Semarang, Spelman mengatakan :
menerima kekuasaan atas wilayah Semarang dan
kekuasaan akan dilaksanakan dengan cara Jawa

Spelman merasa perlu mangatakan itu karena suasana Eropa saat itu sedanng berkembang etika yang bertentangan dengan kekuasaan-menindas. Malah Ethics (1677) tulisan Spinoza (Benedict de Baruch Spinoza filsuf rasionalisme Yahudi kelahiran Amsterdam) sedang jadi wacana publik di daratan Eropa. kekuasaan cara Jawa yang dimaksud adalah sebagaimana dikatakan Blusse :
sebenarnya raja Jawa bertumpu pada penguasaan manusia dan
pajak yang dikenakan pada manusia dalam jumlah cacah, bukan pada
tanah

Etika kekuasaan menindas itu selanjutnya menjadi standar perilaku kekuasaan kolonial selama masa penjajahan. Elit-pribumi sebagai the rulling class masa kolonial hakekatnya adalah labour tax collector. Ilustrasi untuk lebih memahami makna praktek etike-kekuasaan Jawa bagi rakyat:

Jaman Amangkurat II, untuk pembayaran tiga kali cicilan hutang Patih Nerangkusumo menarik f 300.000 dari rakyat, f 200.000 dikantongi sendiri dan f 100.000 diserahkan ke raja, yang nyampe ke Belanda sebagai cicilan hutang hanya f 28.000.

Masa Tanam Paksa (1830-90) adalah masa gemah ripah loh jinawi-nya elit pribumi, mereka menikmati cultuur procenten atas jasanya menindas bangsa sendiri. Kabupaten megang berpendopo dibangun masa itu, mebel-lampu antik, keramik Eropa-Cina adalah jejak gaya hidup mereka. Kian mewahnya kehidupan elit seiring dengan meningkatnya jumlah batur kuli-gladhak yang berambut gimbal hanya bercawat, berkeliaran dijalanan mengaisi tempat sampah. Sejatinya elit pribumi adalah penikmat penindasan terburuk atas manusia dalam sejarah kemanusiaan dimuka bumi.

Masuknya informasi tentang situasi sebenarnya membuka mata rakyat Belanda. Bencana kelaparan di berbagai tempat dan Max Havellar (1860) membuka jalan dicabutnya cultuur stelsell 1890. Tulisan Mutatuli itu bukan menceritakan tindak-kejam pemeritah Hinda Belanda, tapi sikap pembiaran pemerintah Hindia Belanda atas kekejaman the ruling class (penguasa) pribumi ke bangsanya sendiri. Ere schuld esai Van Deventer di harian De Gids menghantar lahirnya etische politiek 1901. Tanam-Paksa dihentikan bukan oleh perlawanan bangsa yang tertindas, tapi oleh nurani bangsa Belanda sendiri. Itulah faktanya.

Sebenarnya kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda antagonistis dengan negara lain yang juga berkepentingan atas sumber alam, perluasan pasar dan investasi di wilayah kaya dan padat ini. Hal ini berpengaruh pada proses kemerdekaan RI. Dari kronologis proses kemerdekaan kita, terutama setelah ibu kota RI Yogya diduduki dan Presiden-Wakilnya ditawan (dalam tempo singkat tanpa perlawanan berarti) di agresi II, Belanda praktis de facto berkuasa. Proses selanjutnya praktis berjalan di bawah kendali Amerika.

Kemerdekaan RI lebih oleh kehendak jaman ketimbang upaya sendiri. Situasi global adalah faktor penentu.
***




Dikutip dari buki Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya Untuk Indonesia Raya kara : ARIO DJATMOKO BAB I Latar Belakang



 
Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors